ReSys (Review & Synopsis) 1 : Konbini Ningen/Convenience Store Woman/Gadis Minimarket

Leli
7 min readMar 4, 2024

--

Konbini Ningen/Convenience Store Woman/Gadis Minimarket

By: Sayaka Murata

(Sampul buku dari aplikasi iPusnas, Gadis Minimarket (Convenience Store Woman) https://webadmin-ipusnas.perpusnas.go.id/ipusnas/publications/books/187748)

Prolog

Pertemuanku dengan karya Sayaka Murata ini bermula saat aku menyadari aku kena reading block dalam waktu yang cukup lama dan masih males nonton drakor karena menurutku belum ada yang menarik (maaf jika terkesan picky kalo nonton dramaT_T). Akhirnya aku memutuskan buat cari buku-buku yang sekiranya menarik, jujur aja aku nyari buku yang menarik salah satunya dari sampulnya *cry. Tapi kita pasti punya referensi yang berbeda-beda ya soal buku yang menarik itu seperti apa, aku tetep setuju kok sama term “dont judge a book by it’s cover” soalnya beberapa buku bagus yang aku baca desain covernya biasa saja, tapi isinya tetep bagus dan meaningful. Okay kembali lagi sama buku karya Sayaka Murata ini, aku baca buku ini di aplikasi iPusnas. Yap, buat yang belum tahu, Perpustakaan Nasional Republik Indonesia punya aplikasi yang bisa buat baca dan pinjam buku (dalam bentuk e-book) secara gratis lho! Lumayan kan, bisa menghemat budget buat yang suka baca buku tapi menyadari bahwa diakhir bulan, buruh-buruh seperti kita ini gacuma kena reading block tapi juga financial block *cryin’ in labour’s jobdesc. Aplikasi ini sangat mudah dijangkau, di handphone kita semua. Kita cuman perlu install aplikasinya dari playstore ataupun appstore, terus log in pake email pribadi. Abis tu udah deh, tinggal dipake aja.

Alur Cerita

Buku Konbini Ningen ini diterbitkan pertama kali di Jepang pada tahun 2016, di Jepang buku ini juga menjadi salah satu buku yang bestseller. Karena pamor buku yang cukup bagus, akhirnya buku ini dialihbahasakan ke Bahasa Inggris pada tahun 2018 dan pada tahun 2020 dialihbahasakan lagi dalam Bahasa Indonesia oleh Ninuk Sulistyawati menjadi Gadis Minimarket. Konbini Ningen atau Gadis Minimarket mengambil tema slice of life seorang pekerja minimarket perempuan, sekaligus ia menjadi main character dari cerita ini. Buku ini menghadirkan realitas yang sulit kita bantah sebagai masyarakat (khususnya masyarakat Asia), namun apa yang tidak bisa kita bantah tersebut ternyata bisa dipatahkan oleh main character kita yang keren ini. Main character ini bernama Keiko Furukura, dia adalah seorang pekerja minimarket yang dianggap “tidak normal” oleh orang lain di sekitarnya. Keiko kecil memiliki sikap yang berbeda dengan anak-anak kecil pada umumnya, dia selalu melakukan tindakan spontan dan tanpa pikir panjang, apa ya? Mungkin tindakan kita pas kecil seperti itu adalah tindakan naive, kita ngga pernah tau salah dan benar tapi orang dewasa lah yang menerjemahkan tindakan kita sebagai tindakan yang salah atau tindakan yang benar. Kayanya bener teori perkembangan kognitif Piaget ya, bahwa di level anak-anak kita masih belum bisa optimal menggunakan konsep logika. Nah Keiko kecil ini pun demikian, dia bertindak spontan dan naive tapi dalam tataran yang lebih ekstrim. Seperti pada salah satu penceritaan bahwa saat Keiko melihat anak laki-laki di kelasnya bertengkar dan temannya ingin memisahkan namun tidak sanggup, akhirnya Keiko memisahkan mereka dengan memukul kepala mereka menggunakan sekop *demmm Keiko luhk gapapa kah?

Tentu sekilas membaca cerita Keiko kecil kita pasti melongo, gimana bisa anak kecil punya pikiran spontan dan ekstrim tersebut, mungkin kita menduga Keiko berasal dari keluarga yang tidak harmonis, tapi ternyata tidak! Keluarga Keiko keluarga yang harmonis dan ayah ibunya sangat menyayangi Keiko meskipun ia dianggap “tidak normal” oleh masyarakat, pun bukan karena pengaruh gadget ataupun media lain, karena latar tahun yang digunakan juga bukan era digital saat ini. Keanehan sikap Keiko terus terbentuk hingga ia dewasa, dia bahkan mengalami kesulitan bersosialisasi dengan lingkungannya meskipun lingkungannya menerimanya (tapi tetap menganggapnya aneh dan tidak normal). Keiko dewasa sebisa mungkin fit in terhadap nilai dan norma yang ada di masyarakatnya, ia tidak mau menjukkan sisi “berbedanya” karena sesuatu yang dianggap “tidak normal” pasti akan disingkirkan dari masyarakat (relate kan?!). Perjumpaan Keiko dengan minimarket berawal pada saat Keiko ingin mencoba pekerjaan paruh waktu ketika Keiko menjadi mahasiswa, tanpa disadari Keiko yang kesusahan mencoba fit in dengan masyarakat, ternyata sangat cocok bekerja sebagai salah satu pramuniaga paruh waktu di minimarket. Penceritaan Keiko saat menjadi pramuniaga ini sangat-sangat berkesan buatku, penulis mampu menghadirkan suasana yang sangat intens tentang konbini atau minimarket tempat Keiko bekerja (jadi pengen jajan ke Indomerit0.0). Tanpa disadari Keiko telah bekerja di minimarket ini selama 18 tahun, ia menjadi saksi perkembangan minimarket, orang-orang yang datang dan pergi, serta perubahan-perubahan yang terjadi di minimarket.

Keiko merasakan ia dan minmarket adalah satu kesatuan, di minimarket ini ia bisa merasakan perasaan nyaman dan tentu bisa dianggap normal karena ia mengikuti buku panduan, berbeda dengan kehidupan sebelumnya yang terasa clueless dan tanpa adanya buku panduan yang konsisten tentang sesuatu yang “dianggap” benar atau salah. Kisah Keiko mencapai klimaksnya pada saat Keiko menghadapi tekanan dari orang-orang di sekelilingnya, hal ini dikarenakan Keiko yang telah berusia 36 tahun belum juga memutuskan menikah dan masih bekerja sebagai penjaga minimarket paruh waktu. Apa yang masyarakat di sekitar Keiko lakukan, pasti pernah kita alami. Apalagi kita yang dianggap telah “berumur” untuk menikah, masyarakat seakan-akan memiliki hak dan andil untuk mencampuri urusan kita, bahkan hingga ke ranah yang cukup pribadi dan sensitif seperti seksualitas. Dalam cerita dikatakan pula bahwa perempuan yang belum menikah dan belum memiliki anak atau laki-laki yang belum menikah dan. tidak memiliki pekerjaan yang tetap, tetapi berada di umur yang sudah matang, akan habis hidupnya. Kita melihat bahwa pemikiran akibat dari produk patriarki juga sangat kental di belahan Asia lainnya, tentunya kita selalu akrab dengan hal ini sehari-hari (mungkin sampe gumoh ditanya kapan mau nikah atau kerja dimana). Perlu kita akui bahwa, berubahnya masyarakat menjadi lebih modern, ternyata juga tidak bisa sepenuhnya memutus tali patriarki yang sudah terinternalisasi sepanjang hidup buyut-buyut kita, kakek-nenek kita, bapak-ibu kita, atau mungkin sekarang kita sendiri juga masih memiliki paradigma yang sama (tapi semoga tidak).

Konflik antara Keiko dan orang-orang di sekelilingnya semakin dipertebal dengan kehadiran Shiraha, seorang lelaki pengangguran – yang juga merasa dipecundangi hidup – datang ke kehidupan Keiko dan menumpang hidup kepadanya. Awalnya hubungan mereka adalah hubungan transaksional, Keiko yang merasa terpojok karena belum menikah dan bekerja sebagai pekerja paruh waktu, merasa ucapan Shiraha ada benarnya, jika mereka tinggal bersama, maka akan hilang pula anggapan masyarakat tentang “perempuan tidak laku”. Shiraha yang seorang pengangguran dan lontang-lantung, bisa sembunyi dari kehidupan karena akan tinggal di apartemen Keiko. Namun hubungan ini semakin rumit saat terjadi konflik di antara keduanya, Shiraha “memaksa” Keiko sesuai dengan jalan cerita yang Shiraha mau, namun good newsnya Keiko menolak untuk menjadi orang lain yang tak dia kenal. Pada akhirnya Keiko mampu memutuskan langkahnya, nasibnya, dan jalan ceritanya sendiri. Keiko telah tumbuh menjadi orang yang “berbeda”, dari perbedaan itulah dia menolak untuk berpikiran sama dengan masyarakat di sekelilingnya.

Moral Values

Konbini Ningen/Gadis Minimarket. membawa cerita yang ringan di awal untuk mempersiapkan kita pada konflik yang lebih sistematis di tengah hingga akhir, pesan-pesan feminisme yang disajikan terasa halus sekali, sehingga jika kita tidak benar-benar jeli kita tidak akan dapat menyadari pesan-pesan tersebut. Dalam masyarakat tradisional, kita sangat akrab dengan segala campur tangan masyarakat dalam setiap jengkal hidup dan ketubuhan kita, ini adalah sebuah keniscayaan yang sulit kita hindari. Namun karya Sayaka Murata ini mencoba membalik kemungkinan itu, bagaimana jika seorang perempuan mencoba untuk menentukan jalan hidupnya sendiri. Karena pengalaman perempuan itu valid, maka segala apapun yang dipilihnya dalam hidup juga valid. Seharusnya pula, tidak ada yang boleh mengintervensi pilihan-pilihan itu, selagi pilihan itu adalah pilihan pribadi dan tidak memiliki dampak bagi keburukan orang lain. Karya ini adalah karya tentang cerita pengalaman perempuan yang valid, karena ditulis oleh seorang perempuan (Sayaka Murata). Cerita tentang perempuan yang diceritakan perempuan itu sangat valid karena hanya perempuan lah yang mengerti perempuan; baik dari segi pengalaman maupun ketubuhan.

Di cerita ini pula, kita tahu bahwa konstruksi benar salah adalah konstruksi yang lahir dari anggapan masyarakat yang kemudian disetujui bersama meskipun tanpa ada panduan yang jelas. Maka saat individu dianggap “berbeda” dengan masyarakat, ia akan diseragamkan. Karena yang berbeda akan menjadi lebih mecolok daripada yang lain. Paradigma ini bisa menjadi kontrol, pun bisa menjadi racun bagi diri sendiri karena merasa terbatas dan tidak bisa menjadi diri sendiri – parahnya ya, mungkin kita tidak bisa menjadi pribadi yang benar-benar authentic. Jadi pilihan untuk berada di masyarakat juga pasti disertai dengan konsekuensi kita mematuhi nilai-nilai di dalam masyarakat, namun saat mencoba fit in dengan nilai-nilai itu, jangan pernah sekali-kali tidak mendengarkan kata hati dan jangan lupa menanyakan kepada diri sendiri tentang sebenarnya “apa sih yang kita mau dari hidup ini tuh?” Silahkan tanyakan sendiri dan jawab sendiri pula, karena hidup kita ini adalah hidup satu-satunya yang kita punya.

Terakhir pesan yang begitu indah dalam cerita ini secara tersirat adalah lakukan hal-hal yang membuatmu bahagia, apapun itu – asal tidak merugikanmu dan orang-orang disekitarmu – berbahagialah dengan cara yang kamu tempuh. Karena sejauh apapun yang kita usahakan untuk membuktikan dan memberikan kebahagiaan kepada orang lain, takarannya akan selalu kurang bagi mereka. Saat takaran itu kurang, mungkin secara sadar atau tidak kita perlahan mengosongkan takaran kita untuk dibagikan kepada orang lain yang menuntutnya. How draining is it? Maka dari itu, berbahagialah dengan hidupmu, lakukan yang membuatmu bahagia, makan makanan enak kesukaanmu, bekerjalah pada pekerjaan yang kamu mau dan senangi, berkumpullah dengan orang-orang yang selalu menghargai usahamu, dan berikan dirimu sesuatu yang paling baik di dunia ini; karena kamu hanya punya dirimu. Berbahagialah atas segala pilihanmu.

See you,

Selamat membaca bukunya ya🌻

--

--

Leli

Kamu bisa menemukanku dalam bentuk apapun; tidak terkecuali pada cerita buruk dan kurang revolusioner